Makanan
harus mengalami berbagai perubahan di dalam saluran cerna hingga diperoleh
bentuk – bentuk sederhana yang dapat diabsorpsi ke dalam darah untuk selanjutnya
diangkat oleh darah atau limfe ke sel – sel tubuh. Perubahan – perubahan
menjadi bentuk sederhana ini dilakukan melalui proses pencernaan di dalam
saluran cerna.
Sistem
pencernaan sendiri tidak dapat terlepas dari penyerapan (absorpsi) zat – zat
gizi dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Untuk menggunakan nutrisi
yang terkandung di dalam setiap bahan pangan tentu diperlukan proses
penyerapan. Penyerapan sendiri terjadi di usus halus, saat makanan yang
dikonsumsi telah melewati sistem pencernaan tersebut.
Tujuan
dasar dari pencernaan dan absorpsi sendiri adalah untuk mengantarkan zat gizi
esensial ke sel untuk kelangsungan hidup. Agar dapat memecah zat – zat gizi
esensial tersebut, tubuh mengolah makanan melalui proses kimia dan mekanik
dalam saluran cerna. Keberhasilan pencernaan dan absorpsi bergantung pada
koordinasi fungsi otot dan saraf dinding saluran cerna, urgan saluran cerna,
dan organ tambahan dalam pencernaan.
Pola
makan dan pola pencernaan kita yang dimulai dari mengunyah makanan sangat
berpengaruh pada keberhasilan sistem pencernaan dalam mencerna makanan. Tidak
sedikit orang mengalami gangguan pencernaan karena pola makan yang kurang
tertata serta sistem pencernaan yang kurang terjaga. Meskipun sepele, hal
semacam itu sangat berpengaruh pada kesehatan pencernaan tubuh di kemudian
hari. Semakin lama kita tidak melatih keteraturan pola makan dan pola
pencernaan, maka semakin cepat kesehatan pencernaan kita akan terganggu. Akibat
jangka panjangnya, sistem metabolisme di dalam tubuh juga akan terganggu.
A.
Pencernaan
Pencernaan
makanan terjadi di dalam saluran cerna yang panjangnya 8 – 9 meter pada orang
dewasa. Saluran cerna dimulai dari mulut, melalui esofagus, lambung, usus
halus, usus besar, rektum, dan berakhir di anus (Almatsier ; 2009). Saluran
cerna dapat dikatakan berada “di luar” tubuh. Zat – zat gizi yang berasal dari
makanan harus melewati dinding saluran cerna agar dapat diabsorpsi ke dalam
aliran darah.
Saluran
cerna merupakan sistem yang sangat kompleks yang melakukan berbagai fungsi
faali : menerima, menghaluskan, dan transportasi bahan – bahan yang dimakan;
sekresi enzim cerna, asam, mukus, empedu, dan bahan lain; pencernaan bahan –
bahan yang dimakan; absorpsi dan transportasi produk hasil cerna; serta transpor,
penyimpanan dan ekskresi produk – produk sisa.
Pencernaan
dilakikan melalui perubahan mekanis dan kimiawi. Secara mekanis, makanan
dihancurkan melalui proses mengunyah dan proses peristaltik. Proses mengunyah
memperluas permukaan makanan sehingga enzim pencernaan dapat bekerja lebih
baik. Proses perisaltik yaitu proses mengaduk dan mendorong makanan yyang
dimungkinkan oleh gerakan kontraksi dan relaksasi dinding saluran cerna
sehingga makanan terdorong ke bawah, menambah penghancuran makanan dalam bentuk
lebih kecil dan mengaduknya dengan sekresi pencernaan.
Secara
kimiawi makanan dihancurkan oleh enzim – enzim pencernaan. Enzim – enzim ini
dikluarkan melalui air ludah ke mulut, melalui cairan lambung ke dalam lambung
dan melalui cairan usus halus ke dalam usus halus. Di samping itu cairan empedu
yang dikeluarkan oleh kantong empedu membantu pencernaan dan absorpsi di dalam
sel – sel usus halus. Asam klorida di dalam lambung juga membantu pencernaan.
1.
Anatomi
saluran cerna (almatsier; 2009)
a.
Mulut
Proses pencernaan dimulai
dari mulut. Saat terjadi proses pengunyahan makanan, gigi memecah makanan
menjadi bagian – bagian yang lebih kecil, dan makanan tersebut bercampur dengan
air ludah untuk mempermudah proses penelanan. Saat ditelan, makanan melewati
epiglotis, suatu katup yang mencegah makanan masuk melalui trakea menuju paru –
paru. Makanan yang ditelan disebut dengan bolus.
b.
Esofagus
ke lambung
Dari mulut, bolus melalui
pipa esofagus masuk ke lambung. Dinding lambung mengeluarkan sekresi untuk
keperluan pencernaan makanan. Pada pintu lambung ada sfingter kardiak yang
menutup setelah bolus masuk, sehingga makanan tidak kembali masuk ke esofagus.
Bolus dalam lambung bercampur dengan cairan lambung dan digiling halus menjadi
cairan yang dinamakan kimus (chyme).
Lambung kemudian sedikit demi sedikit menyalurkan kimus melalui sfingter
pilorus ke dalam usus halus, setelah sfingter pilorus menutup.
c.
Usus
halus
Pada bagian atas usus halus,
kimus melewati lubang saluran empedu. Cairan empedu dapat menetes dari dua
alat, yaitu kantong empedu dan pankreas. Kimus kemudian melalui tiga bagian
dari usus halus: duodenum (usus dua belas jari, jejunum (bagian usus halus
sesudah duodenum sampai ke ileum), dan ileum (ujung usus halus), yang
panjangnya kurang lebih 6 meter. Sebagian besar pencernaan diselesaikan di
doudenum; jejunum dan ileum terutama berfungsi mengabsorpsi zat – zat gizi.
d.
Usus
besar
Kimus melalui sfingter lain,
yaitu katup ileosekal yang berada pada awal usus besar di bagian kanan perut.
Kimus kemudian melewati lubang lain yang menuju ke apendiks (usus buntu) dan
berjalan melalui usus besar naik (ascending colon), ke usus besar melintang
(transverse colon) dan ke usus besar turun (descending colon) ke dalam rektum.
e.
Rektum
Saat kimus melalui usus besar
dan menuju ke rektum, air dikeluarkan dari kimus sehingga terdapat sisa yang
semi-padat. Otot – otot rektum menahan sisa makanan ini hingga saatnya untuk
dikeluarkan dari tubuh. Pada saat itu, otot rektum mengendor dan sisa makanan
keluar melalui sfingter terakhir, yaitu terbukanya anus.
2.
Proses
pencernaan
a.
Peristaltik
Bolus
dari ujung esofagus bergerak dengan gerakan peristaltik, yaitu gerakan
bergelombang yang disebabkan oleh kontraksi otot pada dinding saluran cerna
yang mendorong makanan di sepanjang saluran cerna. Gerakan – gerakan ini
dilakukan oleh otot – otot yang melingkar dan yang memanjang. Saat otot
melingkar berkontraksi, otot memanjang akan relaksasi, dan saluran mengecil.
Sedangkan, pada kondisi yang berlawanan, saluran akan membesar.
b.
Proses
di dalam lambung
Lambung
memiliki dinding paling tebal dan otot paling kuat dibandingkan dengan bagian
pencernaan lainnya. Lambung juga memiliki lapisan otot diagonal yang secara
bergantian melakukan kontraksi dan relaksasi. Saat ketiga otot tersebut menekan
kimus ke bawah, sfingter pilorus tetap tertutup rapat untuk mencegah kimus
masuk ke doudenum. Hal ini berakibat kimus diaduk dan ditekan ke bawah, mengenai
sfingter pirolus, tetapi tetap berada di lambung.
c.
Segmentasi
Alat pencernaan tidak saja
mendorong, akan tetapi secara periodik juga memeras isisnya sepanjang saluran,
sehingga memungkinkan getah pencernaan dan sel – sel dinding usus bersentuhan
baik dengan saluran cerna.
d.
Kontraksi
sfingter
Ada empat jenis otot sfingter
yang membagi saluran cerna ke dalam
bagian – bagian utama. Otot – otot ini mencegah terjadinya arus balik
isi saluran cerna. Sfingter kardiak mencegah isi lambung kembali ke esofagus.
Sfingter pirolus mencegah isi usus kembali ke lambung dan menjaga agar bolus
tinggal cukup lama di dalam lambung untuk memungkinkan pencampuran yang baik
dengan getah lambung dan menjadikannya lebih halus. Pada ujung usus halus ada
sfingter ileosekal yang berfungsi mengosongkan isi usus halus ke dalam usus
besar.
3.
Gangguan
kesehatan saluran pencernaan
Sistem pencernaan yang tidak
sesuai / tidak terkontrol dengan baik, dapat berdampak buruk pada kesehatan
alat pencernaan di dalam tubuh. Efeknya, dapat mengakibatkan munculnya gangguan
pada sistem pencernaan tubuh. Beberapa gangguan – gangguan pencernaan menurut
Anderson, 2001 :
a.
Gigi
busuk dan napas berbau
Salah satu munculnya napas
berbau ialah keadaan gigi yang kurang diperhatikan. Gigi yang membusuk dapat
menjadi faktor dari munculnya napas yang berbau. Pembusukan pada akar – akar
gigi mengakibatkan abses di dalam gusi dengan nanah yang busuk baunya, sehingga
napas yang keluarpun beraroma tidak sedap.
Selain itu, bau busuk yang
timbul juga dapat disebabkan karena kuman – kuman pembusuk yang berada di dalam
lubang – lubang tak kasat mata yang berada di dalam gigi.
Napas yang tidak sedap juga
dapat disebabkan karena lambung mengalami peradangan, sehingga makanan kurang
dicernakan dengan sempurna.
b.
Kesulitan
untuk menelan
Suatu tumor, seperti pada kelenjar
gondok yang mudah menjadi besar, atau gondok nadi pada aorta, ataupun kanker,
dapat mengganggu proses menelan yang normal. Gumpalan makanan sering menyumbat
saluran makanan sehingga harus dikeluarkan melalui sebuah pembuluh panjang yang
disebut oesophagoscope. Kesulitan menelan kadang – kadang terjadi sesudah
menderita penyakit tertentu seperti polio, diphtheria, syphilis, atau bermacam
– macam bentuk keracunan, ketagihan minuman keras, histeria, dan adanya
gangguan pikiran.
c.
Gangguan
pencernaan (Indigesto)
Orang
yang menderita gangguan pencernaan mengeluh karena menderita banyak penyakit,
seperti perasaan mual, nyeri ulu hati, sakit perut bagian atas, dan perut
gembung, atau merasa kepenuhan di dalam perut sesudah makan. Perasaan tidak
enak ini sering timbul karena makan terlalu cepat atau karena makanan tidak
dikunyah dengan baik. Kesulitan kadang – kadang disebabkan oleh kurangnya gigi.
Gangguan – gangguan emosi dan ketegangan pikiran yang hebat juga menjadi sebab
– sebab yang biasa untuk rasa perut gembung dan gangguan pencernaan.
d.
Gastritis
Gastritis adalah peradangan pada
selaput lendir lambung. Penyakit ini menyebabkan timbul keluhan – keluhan
seperti nyeri, hilang nafsu makan, mual, muntah – muntah, sakit kepala, dan
pening. Penyakit ini kadang – kadang terjadi sesudah penyakit campak,
diphtheria, radang paru – paru oleh virus, dan thypus abdominalis.
e.
Ulcus
Peptikum
Ulcus peptikum adalah
penyakit berbentuk borok atau erosi pada selaput lendir yang melapisi semua
saluran pencernaan. Penyakit ini lebih sering terjadi di dalam lambung, usus 12
jari, maupun ujung bawah kerongkongan. Penyakit ini sering terjadi pada orang
dengan kandungan HCl di dalam lambungnya tinggi.
f.
Diare
Apabila kimus dari perut mengalir ke usus terlalu cepat maka
defekasi menjadi lebih sering dengan feses yang mengandung banyak air. Keadaan
seperti ini disebut diare. Penyebab diare antara lain ansietas (stres), makanan
tertentu, atau organisme perusak yang melukai dinding usus. Diare dalam waktu
lama menyebabkan hilangnya air dan garam-garam mineral, sehingga terjadi
dehidrasi.
g.
Konstipasi
(sembelit)
Sembelit terjadi jika kimus masuk ke usus dengan sangat lambat.
Akibatnya, air terlalu banyak diserap usus, maka feses menjadi keras dan
kering. Sembelit ini disebabkan karena kurang mengkonsumsi makanan yang berupa tumbuhan
berserat dan banyak mengkonsumsi daging.
h.
Tukak
lambung
Dinding lambung diselubungi mukus yang di dalamnya juga terkandung
enzim. Jika pertahanan mukus rusak, enzim pencernaan akan memakan bagian-bagian
kecil dari lapisan permukaan lambung. Hasil dari kegiatan ini adalah terjadinya
tukak lambung. Tukak lambung menyebabkan berlubangnya dinding lambung sehingga
isi lambung jatuh di rongga perut. Sebagian besar tukak lambung ini disebabkan
oleh infeksi bakteri jenis tertentu.
B.
Absorpsi
1.
Anatomi
sistem absorpsi
Absorpsi zat – zat gizi terutama
terjadi pada permukaan usus halus. Usus halus yang panjangnya kurang lebih enam
meter dan diameter kurang lebih 2,5 cm, mempunyai luas permukaan 200 m2.
Usus halus berbentuk lipatan – lipatan. Tiap lipatan memiliki ribuan jonjot –
jonjot yang dinamakan vili. Sebuah
vili terdiri atas ratusan sel yang masing – masing mempunyai bulu yang sangat
halus, dinamakan mikrovili. Di dalam celah – celah antar vili terdapat kripta –
kripta berupa kelenjar yang mengeluarkan getah – getah usus ke dalam saluran
usus halus.
2.
Sistem
absorpsi
Vili secara terus – menerus
dalam keadaan bergerak. Tiap vilus dilapisi oleh lapisan otot yang sangat
tipis. Tiap molekul zat gizi yang ukurannya cukup kecil untuk diserap, terjadi
di dalam mikrovili dan diserap ke dalam sel. Pada tiap vili terdapat pembuluh –
pembuluh darah dan pembuluh – pembuluh limfe yang berasal dari sistem peredaran
darah dan sistem limfe, yang merupakan sistem transportasi zat – zat gizi.
Saluran cerna bekerja secara
selektif. Bahan yang dibutuhkan tubuh dipecah dalam bentuk yang dapat diserap
dan diangkut ke seluruh tubuh, dan bahan yang tidak digunakan dikeluarkan dari
tubuh.
3.
Cara
absorpsi
Absorpsi merupakan proses
yang sangat kompleks dan menggunakan empat cara : pasif, fasilitatif, aktif,
dan fagositotis.
Absorpsi pasif trejadi bila
zat gizi diabsorpsi tanpa menggunakan alat angkut atau energi. Absorpsi
fasilitatif menggunakan alat angkut protein untuk memindahkan zat gizi dari
saluran cerna ke sel yang mengabsorpsi. Absorpsi aktif menggunakan alat angkut
protein dan energi.
C.
Pengaturan
pencernaan dan absorpsi
Proses
pencernaan dan absorpsi berlangsung dengan cara sangat terkoordinasi. Struktur
saluran cerna dan cara kerjanya memungkinkan pemecahan makanan menjadi unit –
unit sangat halus dan pengantaran produknya ke seluruh tubuh.
1.
Hormon –
hormon saluran cerna dan sistem saraf
Ada dua sistem yang mengatur
sistem pencernaan dan penyerapan, yaitu sistem hormon dan sistem saraf. Isi
saluran cerna merangsang atau menghambat sekresi pencernaan dengan memberi
pesan yang disampaikan hormon dan sistem saraf dari satu bagian cerna ke bagian
lain. Pengaturannya dilakukan melalui mekanisme umpan balik.
2.
Pengaturan
pH lambung
Pemeliharan pH lambung antara
1,5 – 1,7 dilakukn oleh hormon gastrin yang dikeluarkan oleh sel – sel dinding
lambung. Masuknya makanan ke dalam lambung merangsang sel – sel pada dinding
lambung untuk mengeluarkan gastrin. Gastrin merangsang sel – sel kelenjar
lambung lain untuk mengeluarkan cairan hidroklorida. Bila pH mencapai 1,5 asam
klorida menghentikan pengeluaran gastrin, sehingga produksi hidroklorida ikut
terhenti, dan lambung tidak menjadi terlalu asam.
Pengaturan lain adalah
reseptor saraf di dalam dinding lambung. Reseptor ini bereaksi terhadap
kehadiran makanan dengan cara merangsang kelenjar lambung untuk mengeluarkan
cairannya dan otot untuk melakukan kontraksi. Pada saat lambung mengosongkan
diri, reseptor tidak lagi terangsang, pengeluaran cairan lambung
diperlambat dan kontraksi lambung
diperlambat.
3.
Pengaturan
pembukaan sfingter pilorus
Pengaturan pembukaan dan penutupan sfingter
pilorus dilakukan sebagai berikut : bila sfingter pilorus relaksasi, kimus yang
bersifat asam masuk dari lambung ke usus halus. Keasaman yang ditimbulkan
berakibat pada penutupan sfingter dengan rapat. Masuknya bikarbonat dari
pankreas yang menjadikan medium di sekitar sfingter menjadi basa, membuat otot
sfingter kembali relaksasi.
Saluran
pencernaan sangat peka terhadap kondisi lingkungan. Hal ini banyak dipengaruhi
oleh faktor – faktor gaya hidup, seperti tidur, istirahat, aktivitas fisik, dan
keadaan emosional. Tidur dan istirahat dapat menjadi salah satu cara untuk
pemeliharaan dan perbaikan jaringan – jaringan, serta pengeluaran sisa – sisa
yang dapat mengganggu fungsi saluran cerna. Aktivitas fisik berpengaruh pada
kekencangan otot saluaran cerna, sedangkan keadaan mental berpengaruh pada
aktivitas hormon dan urat saraf yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi. Pada
saat makan, dibiasakan makan dengan tenang dan rileks untuk mrmbantu proses
pencernaan supaya tetap mampu menghsilkan hormon – hormon secara maksimal dan
proses mencerna berjalan dengan lancar.
Faktor
lain yang juga mempengaruhi pencernaan dan absorpsi adalah jenis makanan yang
dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi harus seimbang, beragam, dan berkecukupan.
Dengan
pengaturan pola hidup yang baik, resiko terkena gangguan sistem pencernaan akan
semakin rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, Clifford R. 2001. Petunjuk
Modern Kepada Kesehatan. Bandung: Indonesia Publishing House.
kita juga punya nih jurnal mengenai Zat Gizi silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2955/1/Klasifikasi%20Status%20Gizi%20Balita
%20Berdasarkan%20Indeks%20Antropometri%20(BBU)%20Menggunakan%20Jaringan%20Syaraf%20Tiruan.pdf