Ahmad
Sulaeman, Ph.D
Guru
Besar bidang Keamanan Pangan dan Gizi IPB
Kepala
Bagian Manajemen Pangan dan Kesehatan
Lingkungan
- Fakultas Ekologi Manusia 2010
Memperoleh
makanan yang cukup, bergizi dan aman adalah hak setiap manusia
(FAO/WHO
International Conference on Nutrition: World Declaration on Nutrition, 1992)
Pengertian pangan
Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan yang diatur
1. Pangan
segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang
dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan.
2. Pangan
olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Pangan
olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi bagi
kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan
kelompok tersebut.
4. Pangan
siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah
dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
atas dasar pesanan.
5. Pangan
produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau
menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang
dihasilkan dari proses rekayasa genetika.
6. Bahan
Tambahan Pangan
Keamanan
Pangan
• Concern utama
bagi
– Organisasi
Pertanian dan Pangan Dunia (FAO)
– Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO)
– Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO)
• TBT
AGREEMENTS DAN SPS AGREEMENT
– Negara-negara
Maju:
• Amerika
Serikat:
– President
Council on Food Safety
– Bioterrorism
Act
• Uni Eropa:
– White Paper
on Food Safety European
– Food Safety
Authority
FAO and WHO meminta
negara-negara untuk menerapkan standar keamanan dan mutu pangan internasional
untuk melindungi kesehatan dan perdagangan pangan
(WHO press release, 2001)
KEAMANANPANGAN
: TUNTUTAN GLOBALISASI
• PUTARAN
URUGUAY 1994_WTO
SPS Agreement : keamanan
pangan kesehatan hewan dan tanaman, kelestaraian lingkungan
TBT Agreement: standar
kualitas
• PERSYARATAN
KETAT NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR
– UNI EROPA : HACCP, EUREPGAP, MRL pestisida,
obat, hormon, antibiotik
– USA : HACCP, BIOTERORISM ACT
2003
– Australia : HACCP dan SQF 2000/1 (2004)
– MALAYSIA : MALAYSIA BEST_ EUREPGAP
– Singapura : HACCP
• TUNTUTAN
KONSUMEN MODERN YANG BERUBAH
Recent
European Union (EU) Food Legislation and Safety Requirements (Byrne 2004)
Regulation
178/2002
Fully
implemented 1 January 2005 Providing ‘traceability’ requirements and ‘improved
labelling’ (Separate Regulation 1760/2000 for more detailed traceability of
beef products)
Intended
‘General Hygiene Legislation’
Requiring
documented risk assessments on HACCP principles; improved hygiene and safety
procedures.
European
Food Safety Authority
Risk
assessment advice to EU (towards harmonisation) relating to safety and food hygiene.
Food Safety and Assurance
·
Food safety is critical
·
Food safety is a non-negotiable
issue, and must remain non-competitive. Maximising safety is a prime objective
in all food supply chains.
·
It remains paramount, and subject
to legislative requirements and statutory regulations.
·
Assurance schemes and standards are
a tool to build trust in the food chain, and boost consumer confidence.
Kenapa Harus diatur?
•
Pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan,
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan
masyarakat;
•
Masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan
kesehatan
Undang-undang
1. Undang-undang
No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the
Convention on Biological Diversity (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI
ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI)
2. Undang-Undang
No 31 tahun 2004 tentang Perikanan
3. Undang-undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
4. Undang-undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. Undang-Undang
No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
6. Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
7. Undang-undang
No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Kesepakatan Internasional tentang Tindakan
Sanitari dan Fitosanitari.
8. Undang-undang
No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological
Diversity.
9. Undang-undang
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
10. Undang-undang
No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
11. Undang-Undang
No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
12. Undang-undang
No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
13. Undang-undang
No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
14. Undang-undnag
No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Peraturan Pemerintah
1. Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
2. Peraturan
Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional
3. Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai
daerah Otonom
4. Peraturan
Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
5. Peraturan
Pemerintah No. 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat
6. Peraturan
Pemerintah No 58 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
7. Peraturan
Pemerintah No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
8. Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika Peraturan
Pemerintah
9. Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan
Industri
10. Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom
11. Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah
Daerah
Keputusan Pemerintah
(Keppres)
1. Keputusan
Presiden RI No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
2. Keputusan
Presiden RI No. 62 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
3. Keputusan
Presiden No. 43 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
4. Keputusan
Presiden No. 13 Tahun 1997 tentang Komite Akreditasi Nasional.
Keputusan
Menteri/Kepala Badan
1. Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 634/MPP/Kep/IX/2002 tentang Ketentuan
dan Tatacara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar
2. Keputusan
Menteri Pertanian No.01/Kpts/OT.210/2/2001 tentang Penetapan Pusat Standarisasi
dan Akreditasi (PSA)
3. Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 86 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan
Fungsi dari Pusat Standarisasi dan Akreditasi.
4. Keputusan
Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM/2001 tentang Organisasi dan Tata kerja UPT
di lingkungan Badan POM.
5. Keputusan
Kepala Badan Standarisasi Nasional No.965/BSN-I/HK.35/05/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja BSN.
6. Keputusan
Ketua KAN dengan SK no. 1038/BSN-I/HK.41/99 tanggal 1 April 1999 tentang ruang
lingkup akreditasi
7. Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.384/MPP/Kep/8/1999 tentang
Standarisasi, Sertifikasi, Akreditasi, dan Pengawasan Mutu Produk di Lingkungan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
8. Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.108/MPP/Kep/5/1996 tentang Penerapan
Standar Perindustrian dan Perdagangan
9. Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.164/MPP/Kep/6/1996 tentang Produk
Ekspor yang ditetapkan Pengawasan Mutunya secara Wajib.
Peraturan Menteri
1. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 715 tahun 2003 tentang Persyaratan Sanitasi Higiene
Usaha Jasa Boga
2. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IX/1988 Tentang
Bahan Tambahan Makanan
3. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 826/Men.Kes/Per/XII/1987 Tentang
Makanan Iradiasi
4. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 712/Men.Kes/Per/X/1986 tentang
Persyaratan Kesehatan Jasa Boga
5. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 208/Men.Kes/Per/IV/1985 tentang
Pemanis Buatan
6. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/1985 tentang Zat
Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya
7. Permentan
No 20/2009 tentang Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas,
Daging&/Jeroan dari LN
8. Peraturan
Menteri Pertanian No 27 tahun 2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan pada
Pemasukan dan Pengeluaran Produk Segar Asal Tumbuhan
Regulasi di bidang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan
•
UU no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
–
Pasal 11 (Upaya Kesehatan)
–
Pasal 20 (Perbaikan gizi)
–
Pasal 21 (Pengamanan Makanan dan Minuman)
–
Pasal 34 (Ancaman pidana)
•
Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan
–
Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9 (Sanitasi Pangan)
–
Pasal 10, 11, 12 (BTP)
–
Pasal 13, 14. 15. (Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan)
–
Pasal 16, 17, 18, 19 (Kemasan Pangan)
–
Pasal 20 (Jaminan MutuPangan dan Pemeriksaan)
–
Pasal 21, 22, 23 (Pangan tercemar)
–
Pasal 24, 25, 26, (Mutu Pangan)
–
Pasal 27, 28, 29 (Gizi Pangan)
–
Pasal 55, 56, 57, 58, 59 (Ketentuan Pidana)
•
PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
•
PP No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan PanganPeraturan Pemerintah No. 21
Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG
Kewajiban Memenuhi
Persyaratan Sanitasi
Setiap
orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang
meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib
memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Ketentuan Sanitasi
a.
sarana dan/atau prasarana
b.
penyelenggaraan kegiatan
c.
orang perseorangan.
Pedoman Cara Sanitasi
Yang Baik
Pemenuhan
persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi :
a.
Cara Budidaya yang Baik;
b.
Cara Produksi Pangan Segar yang Baik;
c.
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik;
d.
Cara Distribusi Pangan yang Baik;
e.
Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f.
Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
Instansi yang berwenang
Menetapkan pedoman cara yang baik
Pedoman Instansi
yang menetapkan
a. Cara Budidaya yang
Baik Pertanian, Perikanan Kehutanan
b. Cara Produksi Pangan
Segar yang Baik Pertanian, Perikanan
c. Cara Produksi Pangan
olahan yang baik Perindustrian, Perikanan
d. Cara Distribusi
Pangan yang Baik Perindustrian, Pertanian, Perikanan
e. Cara Ritel Pangan
yang Baik BPOM
f. Cara Produksi Pangan
Siap Saji yang Baik. Kesehatan
g. Cara Produksi pangan
Olahan Terntentu BPOM
Pedoman Cara Budidaya
yang Baik
Cara
budidaya yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a. mencegah
penggunaan lahan dimana lingkungannya mempunyai potensi mengancam keamanan
pangan;
b. mengendalikan
cemaran biologis, hama dan penyakit hewan dan tanaman yang mengancam keamanan pangan
c. menekan
seminimal mungkin, residu kimia yang terdapat dalam bahan pangan sebagai akibat
dari penggunaan pupuk, obat pengendali hama dan penyakit, bahan pemacu
pertumbuhan dan obat hewan yang tidak tepat guna.
Pedoman Cara Produksi
Pangan Segar yang Baik
Cara
penanganan yang memperhatikan aspek-aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara
:
a. mencegah
tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan dari udara, tanah, air, pakan,
pupuk, pestisida, obat hewan atau bahan lain yang digunakan dalam produksi
pangan segar; atau
b. mengendalikan
kesehatan hewan dan tanaman agar tidak mengancam keamanan pangan atau tidak
berpengaruh negatif terhadap pangan segar.
Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik
Cara
produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. mencegah
tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan;
b. mematikan
atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik
lainnya; dan
c. mengendalikan
proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan.
Pedoman Cara Distribusi
Pangan yang Baik
Cara
distribusi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a. melakukan
cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pada pangan;
b. mengendalikan
kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan
dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara; dan
c. mengendalikan
sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang
didistribusikan.
Pedoman Cara Ritel
Pangan yang Baik
Cara
ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a. mengatur
cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak
terjadi pencemaran silang;
b. mengendalikan
stok penerimaan dan penjualan;
c. mengatur
rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan
d. mengendalikan
kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu,
kelembaban, dan tekanan udara.
Pedoman Cara Produksi
Pangan Siap Saji yang Baik
Cara
produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. mencegah
tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan;
b. mematikan
atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik
lainnya; dan
c. mengendalikan
proses antara lain pemilihan bahan baku,penggunaan bahan tambahan pangan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian.
Bahan Tambahan pangan
Pasal
11 PP 28/2004
1. Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun
sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang.
2. Bahan
yang dinyatakan terlarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Badan.
Pasal
12 PP28/2004
1. Setiap
orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk
diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
2. Nama
dan golongan bahan tambahan pangan yang diizinkan, tujuan penggunaan dan batas
maksimal penggunaannya menurut jenis pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Badan
Pasal
13 PP28/2004
1. Bahan
yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan tetapi belum diketahui dampaknya
bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan dapat
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan setelah memperoleh
persetujuan Kepala Badan.
2. Persyaratan
dan tata cara memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pangan Produk Rekayasa
Genetika
1. Sebelum
diedarkan harus diperiksa dulu keamanannya
2. Pemeriksaan
mencakup:
a.
informasi genetika, antara lain
deskripsi umum panganproduk rekayasa genetika dan deskripsi inang serta penggunaanya
sebagai pangan;
b.
deskripsi organisme donor;
c.
deskripsi modifikasi genetika;
d.
karakterisasi modifikasi genetika; dan
e.
informasi keamanan pangan, antara lain
kesepadanan
f.
substansial, perubahan nilai gizi,
alergenitas dan toksisitas.
3. Ditetapkan
oleh Komisi Keamanan Produk Rekayasa Genetika
Iradiasi Pangan
1. Fasilitas
iradiasi yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan
harus mendapatkan izin pemanfaatan tenaga nuklir dan didaftarkan kepada Kepala
Badan yang bertanggung jawab di bidang pengawasan tenaga nuklir.
2. Setiap
pangan yang diproduksi dengan menggunakan teknik dan/atau metode iradiasi untuk
diedarkan harus memenuhi ketentuan tentang pangan iradiasi yang ditetapkan oleh
Kepala Badan.
3. Proses
produksi pangan iradiasi wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan
limbah, dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan
pangan, keselamatan ekrja, dan kelestarfian lingkungan.
Kemasan
Pangan
1. Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun
sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan/atau yang dapat melepaskan
cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.
2. Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan kemasan
yang diizinkan.
3. Setiap
orang yang melakukan produksi pangan yang akan diedarkan wajib melakukan pengemasan
pangan secara benar untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap pangan.
4. Setiap
orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan
diperdagangkan.
5. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pangan yang
pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil
untuk diperdagangkan lebih lanjut.
6. Setiap
orang yang mengemas kembali pangan sebagaimana dimaksud di atas wajib melakukan
pengemasan pangan secara benar untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap
pangan.
Jaminan Mutu Pangan dan
Pemeriksaan Laboratorium
1. Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan bertanggung jawab menyelenggarakan
sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi.
2. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, kehutanan,
perindustrian, kesehatan atau Kepala Badan berwenang mewajibkan penerapan
standar atau persyaratan lain yang berkenaan dengan sistem jaminan mutu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
3. Penetapan
standar atau persyaratan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.
4. Dalam
menetapkan standar dan persyaratan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, kehutanan,
perindustrian, kesehatan atau Kepala Badan wajib memperhatikan perjanjian
TBT/SPS WTO atau perjanjian yang telah diratifikasi Pemerintah.
Pasal 22
1. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang
tugas dan kewenangan masing-masing, berwenang menetapkan jenis pangan segar
yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan.
2. Kepala
Badan berwenang menetapkan jenis pangan olahan yang wajib diuji secara
laboratoris sebelum diedarkan.
3. Pengujian
secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan di
laboratorium pemerintah atau laboratorium lain yang telah diakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Komite
Akreditasi Nasional.
4. Penetapan
dan penerapan persyaratan pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan
dan kebutuhan sistem pangan.
Pangan
Tercemar
Pasal
23
Setiap
orang dilarang mengedarkan :
a. pangan
yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
b. pangan
yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
c. pangan
yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan;
d. pangan
yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan
nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga
menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia; atau
e. pangan
yang sudah kedaluwarsa.
Mutu Pangan
a) Standard
mutu pangan (SNI) ditetapkan oleh Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang
standardisasi nasional
b) Standar
Nasional Indonesia dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan
keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/atau
pertimbangan ekonomis harus memenuhi standar mutu tertentu.
c) Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia secara wajib dilakukan oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang perindustrian, pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai dengan
bidang tugas dan kewenangan masing-masing berkoordinasi dengan Kepala badan
yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional.
d) Setiap
orang yang memproduksi atau mengedarkan jenis pangan yang berlaku SNI wajib,
wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang
berlaku.
Sertifikasi Mutu Pangan
1. Sertifikasi
dan penandaan yang menyatakan kesesuaian pangan terhadap Standar Nasional Indonesia
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing menetapkan persyaratan dan tata cara
sertifikasi mutu pangan yang mempunyai tingkat risiko keamanan pangan yang
tinggi.
3. Sertifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Standar Nasional Indonesia yang
diberlakukan wajib atau terhadap persyaratan ketentuan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 merupakan bagian dari pengawasan pangan sebelum
diedarkan.
Gizi
Pangan
1. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan menetapkan standar status gizi
masyarakat dan melakukan pemantauan dan evaluasi status gizi masyarakat.
2. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, pertanian, perikanan, perindustrian
atau Kepala Badan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing mengupayakan
terpenuhinya kecukupan gizi, melindungi masyarakat dari gangguan gizi dan
membina masyarakat dalam upaya perbaikan status gizi.
3. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, pertanian, perikanan, perindustrian
atau Kepala Badan bersama-sama Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota serta
masyarakat melakukan penanganan terhadap terjadinya gangguan gizi masyarakat
yang tidak sesuai dengan standar status gizi masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal
34 PP 28/2004
Menteri yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan menetapkan Angka Kecukupan Gizi yang ditinjau secara berkala.
Pasal 35
1. Dalam
hal terjadi kekurangan dan/atau penurunan status gizi masyarakat perlu
dilakukan upaya perbaikan gizi melalui pengayaan dan/atau fortifikasi gizi
pangan tertentu yang diedarkan.
2. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan menetapkan jenis dan jumlah zat gizi
yang akan ditambahkan serta jenis-jenis pangan yang dapat ditingkatkan nilai
gizinya melalui pengayaan dan/atau fortifikasi.
3. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perindustrian menetapkan jenis-jenis pangan yang
wajib diperkaya dan/atau difortifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
tata cara pengayaan dan/atau fortifikasi gizi pangan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4. Setiap
orang yang memproduksi pangan yang harus diperkaya dan/atau difortifikasi untuk
diedarkan wajib memenuhi ketentuan dan tata cara pengayaan dan/atau fortifikasi
gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
5. Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran
dari Kepala Badan.
Pemasukan Pangan ke Dalam Wilayah
Indonesia
Pasal 36 PP 28/2004
Setiap
pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib
memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan di bidang keamanan, mutu dan
gizi pangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Pengeluaran
Pangan dari Wilayah Indonesia
Pasal 41
1. Setiap
pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan
keamanan pangan.
2. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atau Kepala Badan sesuai
dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing dapat menetapkan persyaratan
masing agar pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan
terlebih dahulu diuji dan/atau diperiksa dari segi keamanan, mutu, persyaratan
label dan/atau gizi pangan.
3. Setiap
orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung jawab atas
keamanan, mutu dan gizi pangan.
4. Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atau Kepala Badan
berkoordinasi dengan Kepala badan yang bertanggung jawab di bidang
standardisasi nasional untuk mengupayakan saling pengakuan pelaksanaan
penilaian kesesuaian dalam memenuhi persyaratan negara tujuan.
Kewenangan DEPTAN Dalam Pembinaan dan Pengawasan Keamanan Pangan
Dalam PP28 tahun 2004 terdapat sebanyak 17 pasal dimana menteri
pertanian diberi kewenangan atau tanggungjawab terkait dengan penanganan
keamanan, mutu dan gizi pangan (segar) yaitu:
• Bab II Keamanan Pangan :
– pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 2, pasal
7 ayat 2, pasal 10 (terkait dengan sanitasi)
– pasal 21, 22 (terkait jaminan mutu dan
pemeriksaan laboratorium);
– pasal 24 (pangan tercemar)
• Bab III Mutu dan Gizi Pangan:
– pasal 30, 31 (mutu pangan);
– pasal 32 (sertifikasi mutu pangan);
– pasal 33 (gizi pangan);
• Bab IV Pemasukan dan Pengeluaran Pangan ke dalam dan dari
wilayah Indonesia:
– pasal 37, 38, 40 (pemasukan pangan ke
dalamwilayah indonesia),
– pasal 41 (pengeluaran pangan dari
wilayah Indonesia); dan
• Bab V Pengawasan dan Pembinaan:
– pasal 45, dan 51 (pembinaan),
Tugas DEPTAN Dalam Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan Segar
Berdasarkan pasal-pasal pada PP28/2004, Menteri Pertanian bertugas:
1.
Menetapkan berbagai-pedoman
seperti
– cara budidaya yang baik,
– cara produksi pangan segar
yang baik,
– cara distribusi yang baik
2.
Dapat menetapkan penerapan
wajib bagi pedoman-pedoman tsb
3.
Berwenang mewajibkan
penerapan standar atau persyaratan lain yang berkenaan dengan sistem jaminan mutu
4.
Menetapkan jenis pangan
segar yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan
5.
Menetapkan bahan yang
dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan
6.
Menetapkan ambang batas
maksimal cemaran yang diperbolehkan
7.
Menetapkan persyaratan bagi
penggunaan cara, metode, dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses
produksi dst yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia.
8.
Menetapkan pemberlakuan SNI
secara wajib
9.
Menetapkan ketentuan mutu
pangan di luar SNI
10. Menetapkan persyaratan dan tata cara sertifikasi mutu pangan yang
mempunyai tinbgkat resiko keamanan pangan yang tinggi.
11. Menetapkan persyaratan pengujian dan pemeriksaan serta ketentuan
lain terhadap pangan segar yang masuk dan keluar wilayah Indonesia
12. Memberikan persetujuan terhadap pangan yang masuk yang harus diuji
dulu
13. Melakukan pembinaan terhadap produsen segar
14. Menindaklanjuti hasil pengujian
Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan Keamanan Pangan Produk Segar
Gubernur
untuk melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan monitoring atas produk
pertanian segar yang beredar di pasar di Daerah Propinsi sesuai wilayah
kerjanya. Kewenangan monitoring dan pengawasan produk pertanian segar oleh
Menteri Pertanian dilimpahkan kepada:
a. Gubernur
melaksanakan monitoring atas produk pertanian segar yang beredar di wilayah
propinsi.
b. Bupati/Walikota
kecuali DKI Jakarta untuk melaksanakan monitoring atas produk pertanian segar
yang beredar di pasar di Daerah Kabupaten/Kota sesuai wilayah kerjanya.
Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melimpahkan
kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja yang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan
dan monitoring keamanan pangan segar. Instansi/lembaga mana yang ditunjuk
tergantung karakteristik daerah masing-masing.
Hal
hal yang masih abu-abu dalam PP28/2004
•
Pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang sedang dalam proses produksi/di
lahan tidak jelas oleh siapa
–
BPOM hanya berwenang melakukan pengawasan pangan yang beredar
•
Penilaian keamanan, mutu, dan gizi pangan segar belum secara jelas diatur dalam
PP28. Siapakah yang menilai ?
–
Pasal 42 hanya mengatur pangan olahan
•
Pengertian Badan berwenang melakukan pengawasan hanya berarti bahwa Badan boleh
melakukan pengawasan dan tidakmeniadakan wewenang departemen lain yang selain
bertugas membina sekaligus melakukan pengawasan sesuai tugas-tugas yang telah
disebutkan tadi.
•
Siapa yang melakukan sertifikasi pangan segar belum secara jelas diatur
•
Dalam penerapan wajib pedoman-pedoman dan standar yang terkait keamanan pangan siapakah
yang mengawasi ? Belum jelas diatur
Wewenang
Pemda
Pasal
46 menjelaskan bahwa Gubernur atau Bupati/walikota berwenang melakukan pemeriksaan
dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan segar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar